Tegakkan Supermasi Hukum, Tidak Tunduk Pada Narasi Kebencian
![]() |
Prof Dr Jimly AsshiddiqieImpasNews, Makassar - Prof Dr Jimly Asshiddiqie adalah salah satu pakar hukum yang sering menjadi acuan dan dimintai pendapatnya tentang permasalahan hukum di negeri ini. |
Selain karena kepakarannya di Bidang Hukum Tata Negara, juga karena pengalamannya yang pernah menduduki posisi penting dalam lembaga hukum. Diantaranya, pernah menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi RI, dan kini dipercaya Presiden Prabowo, sebagai Ketua Tim Komite Percepatan Reformasi Kepolisian, yang dibentuk Presiden untuk menjawab tantangan penegakan hukum yang lebih baik dan adil, sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Menanggapi kisruh dan tuduhan ijazah palsu Jokowi, Jimly menjelaskan dasarnya adalah kebencian yang terus digaungkan, hal ini menjadi salah satu trik untuk menjatuhkan lawan politik, yang akan terus diangkat hingga 2029.
Sehingga bisa dipahami, apa yang dilakukan Kelompok Roy Suryo Cs, bukan untuk mencari kebenaran, tapi melampiaskan kebencian.
Mereka berupaya keras menjatuhkan Jokowi dan keluarganya, dengan cara apapun, dengan menyebarkan Kebohongan dan fitnah keji, yang diulang- diulang. Tujuannya untuk menggerus kepercayaan rakyat kepada mantan Presiden Jokowi.
Betapa sadisnya prilaku mereka, rela melakukan segala cara untuk menjatuhkan dan menghinakan apa yang mereka benci. Kebencian sangat dilarang oleh agama manapun.
Lalu apakah kita membiarkan kezaliman ini terjadi di depan mata kita? Haruskah para penegak hukum tunduk pada narasi kebencian mereka ?
Sebagai negara besar, hukum harus ditegakkan. Para pelanggar hukum, yang jelas-jelas hanya bernarasi tanpa bukti, dengan rekayasa kebohongan yang tidak masuk akal.
Sebagai pakar hukum, Prof Jimly menawarkan solusi yang masuk akal, tapi melemahkan posisi bangsa ini sebagai negara hukum. Tentu Dia bukanlah manusia sempurna, tidak semua pikiran dan pernyataannya adalah kebenaran. Dia tetap manusia yang lemah, dan bisa berpikir keliru.
Seperti pernyataannya, ketika menanggapi kisruh tuduhan Ijazah palsu Jokowi, Presiden RI ke 7.
Prof Jimly mengatakan, kasus ini dasarnya adalah kebencian, yang terus dikembangkan dengan provokasi untuk menjatuhkan.
Menurutnya, hal ini tidak bisa selesai di pengadilan, harus dicarikan jalan lain, yang "win-win solution." Buktinya telah ada Putusan Pengadilan, seorang penyebar fitnah, Bambang Tri, dihukum masuk penjara, tapi setelah keluar dari penjara, Dia kembali berkoar -koar tentang tuduhan ijazah palsu Jokowi , yang kemudian dikembangkan oleh Roy Suryo Cs.
Hukum harus tetap dijaga kewibawaannya, tidak boleh tunduk pada ancaman dari para pembual.
Pernyataan Prof Jimly, seolah negara tak berdaya menghadapi para tukang fitnah dan penyebar ujaran kebencian, yang terus membuat kegaduhan.
Mereka menuduh Lembaga Negara, Kepolisian, KPU dan UGM tidak bisa dipercaya, dan masih melindungi mantan Presiden.
Ini adalah bentuk narasi kebencian yang merongrong wibawa negara, tujuannya untuk menghasut rakyat agar berpihak pada narasi kebohongan yang mereka ciptakan, agar rakyat hilang kepercayaan pada lembaga negara yang ada.
Sebagai negara hukum, semua orang di negara ini harus tunduk pada hukum yang berlaku. Jangan karena kepentingan pribadi dan kelompoknya, negara ini dibiarkan gaduh dan mengancam keutuhan NKRI, sebagai komitmen kehidupan berbangsa dan bernegara.
Lembaga negara harus dijaga dan ditegakkan kewibawaannya.
Apa jadinya kalau negara besar ini, mengikuti kemauan para pembenci yang terus menyebarkan fitnah dan mengatas namakan rakyat.
Padahal rakyat, bukan pribadi atau kelompok. Rakyat adalah pemegang kuasa demokrasi, yang telah menyerahkan mandatnya kepada pemimpin terpilih pada mekanisme Pemilu, dan lembaga negara yang telah terbentuk dan mendapat amanah untuk mengelola negara ini.
Kritik dari warga negara, ada aturan dan mekanismenya, tidak serampangan dan memaksakan kehendak, seolah mereka pemegang kebenaran, tapi dengan membungkus fitnah dan penyebar kebencian.
Kita berharap, para pakar hukum di negeri ini, kembali ke hati nurani, bukan mengambil kesempatan untuk tebar pesona dan popularitas palsu, yang membahayakan eksistensi bangsa dan negara. Indonesia harus Kita cintai dan syukuri, sebagai Anugrah dari Allah SWT.
( Darman )

Komentar
Posting Komentar