Berdamai dengan Takdir Kunci Kebahagiaan

ImpasMedia, Makassar -

Sadar atau tidak, menerima atau protes, kehidupan ini ada yang mengatur. Dia yang Maha Kuasa, Dia bertindak atas kemauannya sendiri, bukan usulan dari makhluknya, termasuk manusia, yang kadang sok pintar.

Manusia, makhluk yang sempurna penciptaannya,  Malaikat dan Iblis pun disuruh Sujud, untuk menghormati kehadiran manusia yang baru diciptakan. Hanya Malaikat yang sujud, sedang si iblis menolak, karena merasa proses diciptakannya lebih baik dari manusia.

Hanya Allah SWT yang Maha Sempurna. Proses penciptaan manusia sempurna, tapi manusia sendiri sangat tidak sempurna. 

Kondisi manusia sangat lemah, tapi dalam kelemahan itu, Allah sendiri yang meletakan dan mengilhamkan kebesaran-Nya. 

Allah SWT mengetahui apa yang nampak dan tersembunyi dalam diri manusia, apa yang terbersit dalam hati manusia.

Kehidupan manusia ada dalam genggaman Allah SWT. Kita hanya menjalani kehidupan dengan potensi yang dimiliki, dan hasilnya ada dalam Takdir Allah SWT.

Disinilah sering terjadi protes, kecemburuan, iri hati, kebencian, purbasangka, dan memfitnah orang lain. Akibat tidak rela menerima takdir orang lain, seperti Si iblis yang tidak mau menerima takdir atas penciptanya.

Dalam perbedaan Takdir, seharusnya terletak keharmonisan kehidupan.

Ibarat warna -warni di taman bunga. Seperti posisi jari di tangan, tidak rata, ada yang besar dan ada yang kecil. Tapi posisi masing-masing saling melengkapi dan menguatkan. 

Itulah warna-warni kehidupan, yang digariskan oleh takdir-Nya. Allah hanya  menilai keikhlasan kita dalam menjalani Peran yang Kita lakoni.

Mau kebahagiaan? Lakukan ikhtiar dan terimalah takdir sebagai hak prerogatif Allah SWT.

Dalam kehidupan berbangsa, kesadaran tentang takdir dan peran kita masing-masing memang bisa berbeda-beda. Tapi bukan untuk menjadi arena konflik yang saling merendahkan dan memfitnah.

Siapa pun menjadi apa, itu hanya peran sandiwara kehidupan. Jangan membuat kita bermusuhan dan membuat hati rusak, hanya menghabiskan energi, padahal jatah kehidupan kita terbatas, dan kita lalai dari ibadah dan berbuat kebaikan. 

Pada Hati yang rusak dan sakit, pasti  tidak mampu melakukan ibadah dan amal kebaikan. Karena inti dari ibadah dan kebaikan ada pada hati yang bersih, tenang dan berbuah keikhlasan menjalani Takdir kehidupan dari yang Maha Kuasa, Allah SWT.

Ini hanya setitik air perenungan,  kontribusi untuk  bangsaku, anugerah yang besar dari Allah SWT. Seperti setetes air dari Paruh seekor Burung Kecil, yang ingin memadamkan api yang membakar Nabi Kekasih Allah, Ibrahim Alaissalam. ☝️🙏 (*Impas/darman)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menghawatirkan Alih Fungsi Lahan Jadi Bangunan Komersial, Makin tak Terkendali di Malino

Pendaftar di SMPN 1 Palangga Membludak

DPD Partai Masyumi Kota Makassar Bentuk Kepengurusan